LABUSEL, Publik.News – Pemanggilan tiga wartawan oleh Polres Labuhanbatu Selatan menuai sorotan. Langkah tersebut dinilai bertentangan dengan Nota Kesepahaman (MoU) antara Dewan Pers dan Polri yang ditandatangani pada tahun 2012, serta berpotensi mengkriminalisasi insan pers.
Sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, penyelesaian dugaan pelanggaran karya jurnalistik seharusnya diselesaikan melalui mekanisme Dewan Pers, bukan langsung melalui proses hukum kepolisian. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 4 UU Pers yang menegaskan larangan sensor dan pembredelan serta menempatkan Dewan Pers sebagai lembaga yang berwenang menangani sengketa pers.
Berdasarkan surat pemanggilan resmi Polres Labuhanbatu Selatan Nomor 2083/IX/res 1.24/2025/Reskrim tertanggal 4 September 2025, sejumlah kalangan menilai adanya indikasi upaya kriminalisasi terhadap tiga wartawan di wilayah tersebut. Mereka meminta Polres Labusel mengkaji ulang langkah tersebut sebelum wartawan mengambil upaya hukum lebih lanjut atas dugaan pelanggaran UU Pers dan pengingkaran terhadap Nota Kesepahaman Polri–Dewan Pers.
Sejumlah pihak menilai, alih-alih memanggil wartawan, Polres Labusel seharusnya memproses dugaan tindakan seorang oknum Kepala Yayasan Darul Muhsinin yang diduga menghalangi kerja jurnalistik. Pasal 18 ayat (1) UU Pers menyebutkan, setiap orang yang dengan sengaja menghambat atau menghalangi wartawan dalam menjalankan tugasnya dapat dipidana hingga 2 tahun penjara atau denda maksimal Rp500 juta. Tindakan intimidasi, pengusiran, atau perlakuan kasar terhadap wartawan juga termasuk pelanggaran terhadap ketentuan ini.
Kuat dugaan, pemanggilan tiga wartawan tersebut terkesan dipaksakan. Bahkan, laporan pengaduan wartawan terkait dugaan intimidasi oleh oknum Kepala Yayasan Darul Muhsinin justru belum mendapat perhatian serius.
Saat dikonfirmasi di Kotapinang, Labuhanbatu Selatan, Jumat (5/9/2025), tiga wartawan yang dipanggil, yakni Hasanuddin Hasibuan, Arsad Siregar, dan Khoirul Hsb, menyayangkan langkah Polres Labusel. Mereka menilai tindakan itu melanggar MoU antara Polri dan Dewan Pers serta bertentangan dengan Pasal 4 ayat (2) dan (3) UU Pers yang menegaskan kemerdekaan pers tidak dapat dikenakan sensor, pembredelan, atau larangan penyiaran.
“Kemerdekaan pers adalah amanat undang-undang. Polres Labusel seharusnya menghormati mekanisme yang berlaku, bukan justru bertindak di luar aturan,” tegas mereka.



















